Sunday 11 February 2018

Monday 25 December 2017

Wisata Modern di Alam Bukit Panguk, Dlingo, Bantul



Sudah lama saya tidak menulis, kali ini saya akan menulis akibat teringat sebuah janji. Janji dengan salah seorang pemilik warung yang ada di bukit Panguk, Dlingo, Bantul.

Wisata Yogyakarta memang banyak, bahkan kunjungannya menjadi teramai kedua setelah Bali. Tentu saya yang sudah lama tinggal di Yogyakarta merasakan hidup bagaikan liburan setiap hari. Menjadi warga Yogyakarta sama saja diberikan tiket liburan setiap hari. Dekat dengan kota, dekat dengan alam.

Kali ini saya akan menjelaskan Wisata yang barua da di tahun 2017 ini. Bukit Panguk Kediwung, Dlingo, Bantul.


kalau pagi itu awannya loh, menawan sekali bagi para pencari negeri di atas awan. Tapi jangan lupa pakai jaket ya, karena dingin sekali kalau pagi. 
per spot foto dikenai biaya, kalau dulu sih 3.000 per foto, kalau sekarang tidak tahu, karena spot fotonya semakin banyak.



 

Gambar di atas pemandangan sekitar pukul sebelas siang. Panas sih, tapi pemandangannya itu loh yang saya suka. Surga banget deh, ya karena saya juga sebagai Putri Tami yang suka menulis dan suka alam. Entah sudah berapa kali ke sana.
Jalanan menuju Bukit Panguk juga sudah bagus sekarang, tidak lagi bebatuan seperti beberapa waktu lalu. Sekarang jalanannya mulus. Rute ke Bukit Panguk sama dengan rute ke Hutan Pinus, Kebun Buah Mangunan dan juga Puncak Becici yang dahulu didatangi oleh Obama.
Banyak plang jalan menuju ke sana, anda tidak akan nyasar deh.




Itu juga menjadi salah satu spot foto yang saya datangi. Semua spot foto saya datangi sebab spot foto untuk saya semuanya adalah gratis. Y gratis, kan itu daerah kampug bibi saya, jadi saya bisa sesuka hati untuk foto, tapi sekarang tidak bisa lagi. Foto harus diburu-buru untuk gantian dengan yang akan foto lainnya.




suka bunga-bunga unik, ini juga salah satu spot fotonya. Masih banyak lagi sebenarnya, 
ada spot foto kuda di atas awan, negeri dongeng di atas awan dan beberapa lainnya lagi. Hanya saja tidak saya fotokan semuanya.

Yang terpenting dari sebuah perjalanan adalah kulinernya. Nah ini dia rekomendasi kuliner di Bukit Panguk. Ingkung ayam jawa. harganya tergantung dari seberapa besar dan kecil ayamnya. Dipatok mulai seratus ribu per ayam hingga beberapa ratus, tergantung ukuran ayam.




 

Friday 2 June 2017

Senja Dua Sisi : Terang dan Gelap.



(di seberang sana masih ada terang, mari saling berpegang, kita jalani apa yang menghadang).


lama sudah aku tidak menulis, bahkan hampir lupa letak huruf-huruf di keyboar ini, hingga pesannya akhirnya mengingatkanku untuk bangun dari malas panjangku. Dia, yang begitu mendukung apa yang aku sukai, dan kali ini jemariku tergerak tersebab ia memberiku peringatan bahwa aku sudah lama tidak menghasilkan karya. selama ini aku begitu sibuk dengan kemalasan dan alasan yang tiada akhir. Banyaknya alasan membuatku tidak menulis apa pun, bahkan sekalimat pun tidak, padahal dahulu aku bisa setiap harinya menulis hingga berlembar-lembar.


Dia, yang begitu sederhana namun tidak ternilai harganya bagiku adalah sosok yang Tuhan kirimkan secara mendadak, pun aku masih ingat betul Tuhan mengirimkannya dengan permasalahan yang rumit, yang hampir membuatku menyerah. Namun akhirnya lelaki itu sekarang ada di sisiku, menemaniku dan menerima segala apa yang ada pada diriku.
Aku dan dia jarang sekali membahas masa lalu, hanya sesekali saja jika hal tersebut terlintas, selebihnya aku dan dia sering berbicara apa yang akan kami lakukan di kemudian hari. Rencana yang sederhana bersama manusia yang tidak sederhana. Dia begitu istimewa dengan segala tingkahnya. Aku suka melihatnya dengan hobinya. Hobinya memelihara ikan-ikan yang menurutku lucu. Aku cerewet sekali jika sudah dilihatkan peliharaannya. Begitu juga ia begitu menikmatiku ketika aku sedang berbelanja buku atau membaca buku. Kami saling memahami dunia masing-masing dan saling mendukung satu dengan yang lainnya.


Aku suka sekali caranya menyayangi hewan-hewannya, menandakan ia lelaki yang lembut, dan itu terbukti dari caranya memperlakukan perempuan sepertiku, aku menjadi anak-anak yang sangat manja di dekatnya. Aku merasa terlindungi dan aku merasakan sesuatu yang tulus dari lelaki ini. Segala yang sederhana darinya membuatku bahagia, bahkan seringkali bibirku lelah tersenyum olehnya. Ia begitu tepat mengerti aku. Tidak, Tuhan begitu tepat mengirimkan lelaki ini untukku.


Baru saja aku lihat deretan bukuku, aku ingin menulis tentang cinta, namun di rak bukuku tidak ada buku tentang cinta. Lalu, bagaimana aku bisa mendeskripsikan rasaku ini? Barangkali dengan dirinya hadir, aku jadi memahami bagaimana rasanya tulus juga kasih itu sendiri. Tak perlu aku membaca buku, dia sudah mengajarkanku arti kesederhanaan dalam sebuah rasa. Rasa yang tak perlu mahal, hanya perlu saling memahami. Tuhan, aku begitu mencintai lelaki ini.


(senja itu memancarkan sisi terangmu, tapi juga menampakkan sisi gelapmu,
bukankah begitu adanya manusia: dua sisi)


Pesan untuk kalian yang sudah berkomitmen, merancang masa depan bersama adalah penting, sebab kata Ippho Santosa restu sepasang bidadari adalah utama. Sepasang bidadari itu adalah kedua orang tua dan pasangan kita. Jika sepasang bidadari sudah menyiapkan sayap, maka terbanglah kita. Tapi, aku masih belum jauh merancang masa depan dengannya, banyak hal yang belum aku bicarakan.


Siapa saja yang membaca pesan ini boleh berkomentar untukku yang sedang belajar bannyak hal untuk kehidupan baru. Aku masih buta kehidupan ke depannya, begitu kukira. Dan aku tidak ingin terus buta, aku ingin mencari tongkat atau pun lilin sebagai penerang dikemudian hari. Bisa jadi dari kalian yang membaca tulisan ini.





ini aku dan dia, yang Tuhan pertemukan secara antah barantah, dipersatukan dengan Tuhan yang terserah, dan berharap kehidupan di lain waktu yang cerah dan berkah.

Tulisan ini hanya untuk mengenang momen malam-malam saja dan agar jemariku mengenal huruf-huruf keyboard saja. Sebab sekali lagi, aku manusia yang bisa melupakan banyak hal, dan dengan tulisan aku bisa mengingat apa saja.. Termasuk waktu yang telah terlewati.

Saturday 18 March 2017

Menciptakan Diri Sendiri

 Image result for book, coffee and rainy


Di sebelah jendela, tepatnya di depan, masih hujan. Tidak sederas tadi, hanya dinginnya yang masih kuat. Ditemani gelas yang beku, seperti otakku yang tidak bisa mencair. Aku sudah lama tidak menuliskan banyak kisah, dan biasanya aku hanya berkeluh.

Iya, aku lebih sering berkeluh, bukan berkisah. Dan malam ini, aku akan menuliskan sesuatu tentang buku.

Malam mingguku kali ini berbeda, selain ada tuyul tiba-tiba mengetuk pintu kosku, pun aku merasakan tenggorokanku sakit akibat seharian tertawa lepas. Tertawa tanpa beban untuk ke dua kalianya dalam beberapa waktu ini. Aku mencoba melupakan luka yang dalam itu, dan menggantikan dengan sebuah penerimaan.

Oke, aku hanya akan menuliskan tentang sebuah buku, judulnya "The Art Of Creative Thingking". Mengapa aku menuliskan buku ini? pertama, sebab aku suka judulnya. Seni berpikir kreatif. Aku suka melihat kehidupan dari seninya, sekali pun kebahagiaan atau kedukaan. Dua-duanya adalah sebuah seni kehidupan yang bagiku memberikan pemaknaan tersendiri.

Image result for the art of creative thinking 

Citpakan Diri Sendiri.
Kata Rod Junkins, kreativitas bukan tentang menciptakan sebuah lukisan, novel atau rumah, tetapi menciptakan diri sendiri. Dan aku setuju. Itulah seni. Seni yang membuat setiap manusia adalah menjadi dirinya sendiri. Namun, hingga hari ini saja aku tidak kenal diriku itu bagaimana, aku masih kumpulan dari banyak pemikiran dan buku. Aku belum menjadi aku.

Aku masih berupa kumpulan pemikiran orang lain dan buku? ya, itu benar. Aku belum menjadi Putri Tami, aku masih menjadi Putri Tami yang bertingkah seperti a, berperilaku seperti b, dan aku masih menulis dengan gaya c, atau sebagainya. Aku belum bisa berbicara sebagai Putri Tami, menulis dengan gaya Putri Tami dan menciptakan ide sendiri yang asli.

 Memikirkan Ide Baru.
 Banyak yang mengatakan bahwa aku melampaui usiaku, aku sering berbicara sebagai seseorang yang berumur 28-30 tahun, padahal umurku masih jauh dari angka tersebut. Ada juga yang berbicara kepadaku bahwa jika dia menjadi aku akan mengalami tingkat setres yang tinggi sebab kebiasaanku aneh. Membaca, menulis dan segala hal yang berbau berpikir, bahkan menonton film pun aku sangat selektif. 

Hal tersebut bukan tanpa alasan, sebab aku selalu memikirkan aku ingin hidup dengan hal-hal baru. Eduardo Chillida mengatakan bahwa ia akan melakukan sesuatu yang belum diketahui caranya, sebab jika ia telah mengetahui caranya, berarti hal tersebut sudah pernah ia lakukan. Menarik bukan? Orang di luaran sana sibuk berkarya dengan ide-ide baru, lalu mengapa masih terkungkung dengan paradigma lama yang kaku dan cenderung tidak membebaskan ide bebas berkeliaran?

Contohnya adalah saat sedang terluka. Tidak adakah cara lain merayakan luka selain airmata? Aku pun selalu merayakan luka dengan kesedihan, namun tidak selalu dengan menangis, walau kebanyakan dengan hal demikian. Tapi aku selalu punya cara untuk melampiaskan kekecewaanku. Aku bisa renang hingga lelah, dan akhirnya aku akan cepat tertidur. Atau aku ke toko buku, membaca sepuasku tanpa membeli dan pulang dengan biasa saja.

Kecewa pasti semua orang pernah mengalami, namun cara mengatasinya adalah seni bertahan hidup dan menikmati kekecewaan. Contohnya adalah keadaanku kini. Aku sedang dalam menikmati kekecewaan. Mengapa aku meniikmati kekecewaan? sebab aku tidak punya cara lain selain menikmati kekecewaan itu. Aku hanya tau menerima, menikmati dan sembari berjalan untuk melanjutkan kehidupan.

Image result for eyes is art 




Baiklah, aku kira sedikit saja resumku malam ini. Kau harus baca sendiri. Buku itu lumayan tebal. Dan aku tidak mungkin membahasakan banyak kalimat dari buku ini, betapa panjangnya tulisanku nanti, dan kau pasti kelelahan membacanya.

Friday 17 March 2017

Persoalan Perempuan, Bisakah Mendobrak Kebudayaan?

Kebudayaan adalah hasil karya dari budi dan akal, begitu kurang lebih menurut Ki Hajar Dewantara, yang teman-teman bisa baca sendiri di bukunya berjudul "Kebudayaan".

Ya, kebudayaan adalah ahsil cipta dari pemikiran sekelompok orang di suatu tempat. Dan suatu kebiasaan bisa menjadi budaya, salah satunya menikah dini di desaku, sudah menjadi budaya yang sulit dihilangkan. Menikahkan anak perempuan, terutamanya. Jika anak lelaki akan dibiarkan saja, maka tidak dengan anak perempuannya. Akan menjadi momok tersendiri untuk keluarganya. Pertanyaannya, mengapa perempuan? mengapa lelaki bebas? toh setelah menikah tanggung jawab masing-masing adalah sama.

............
Image result for quotes queen elizabeth  about women
(bussiness quotes for woman)


Malam itu hujan, belum reda hingga telepon mungilku berbunyi. Tertera di layar, panggilan dari ibuku, dan aku angkat dengan semangat. Telepati anak dan ibu begitu kuat, padahal baru beberapa waktu tadi aku baru saja membatin betapa merindukan ibuku, dan kemudian kini masuklah panggilan darinya.
Aku menjawab, dan kami asik berbincang apa saja, terutama kabar sehat, sebab sudah satu tahun aku tidak kembali ke kampung, lebih tepatnya aku berpikir dua kali untuk kembali. Aku sudah hidup di kota cukup lama, 8 tahun, dan keluargaku masih saja di desa yang sulit dituju.

Hingga akhirnya telepon itu tidak sebahagia tadi sebab ibuku di akhir telepon selalu menanyakan sudahkah aku menemukan seseorang? kata ibuku carilah yang biasa saja, tak perlu ini dan itu. Yang mau mau saja. Oh Tuhan, sebegitukah ibuku memandang seorang lelaki yang akan mendampingi anaknya kelak? aku keras menolak tidak mau dengan sembarang orang, sebab hidupku puluhan tahun ke depan akan dengan jodohku, aku tidak mau salah memilih.

Ibuku masih terjebak dengan kehidupan status. Status anak belum menikah dan status anak menikah. Sedang bagiku tidak penting suatu pernikahan jika itu hanya untuk status. Bagiku, aku ingin menikah dengan mengalir. Aku saling membutuhkan untuk menikah, bukan hanya melepas status perawan atau lajang.

Sulit sekali memberikan pemahaman kepada kehidupan di sekeliling ibuku bahwa menikah bukan sekadar persoalan status. Lebih dari itu. Ya sulit memberikan pemahaman kepada ibuku. Banyak buku yang aku baca, dan banyak lembar yang aku ketik, tetapi untuk meyakinkan dan memahamkan ibuku sendiri sulit sekali sebab ia hidup di lingkungan yang membudayakan menikah dini adalah yang terbaik, terlepas dari akan seperti apa hasil pernikahan tersebut. Padahal di desaku sudah banyak kegagalan membangun rumah tangga sebab menikah terlalu dini. Tapi Ibuku tak pernah mau tau sebab banyak juga yang bahagia dan aman.

Aku dilema, sedang aku pun dalam posisi menjadi orang kegika dalam hubungan orang lain di mana lelaki itu aku harapkan akan hidup bersamaku. Aku belum bisa melepaskannya sebab dialah yang aku temukan pas di dalam diriku. Hingga hari ini, dialah yang paling aku inginkan, namun juga dialah yang paling aku persiapkan ruang untuk terluka jika sewaktu-waktu ia mengatakan bukan memilih aku, namun memilih yang lain.

Kehadiran dialah yang aku tunggu, namun kehadiran dia dengan perempuannya yang tidak aku inginkan. Satu sisi aku ingin pergi, namun satu sisi aku menemukan aku jika bersama dirinya. Bisakah Tuhan segera menjawab kebimbanganku?

Kembali kepada persoalan kebudayaan. Mengapa perempuan yang dikorbankan? bukan lelaki yang juga dipaksa menikah cepat juga? Apakah masih berlaku zaman gelap itu? Zaman di mana perempuan menikah dengan tanpa 3 ibu, ibu asuh, asah dan asih?

Dahulu perempuan menikah cukup dengan asuh dan asih, tapi kehidupan sekarang membutuhkan perempuan untuk bisah asah (baca:mendidik) juga. Asuh (baca:mengasuh) kan memang dimiliki manusia secara lahiriah, begitu juga asi, pasti ada. Namun mendidik zaman kini juga dibutuhkan. Perempuan juga berhak untuk mendapatkan haknya berpendidikan, tidak hanya lelaki saja. Kehidupan sudah maju Bu,

"Ah, susah menjelaskan kepada Ibuku," Lebih susah memahami Ibuku dibanding memahami filsafat yang njelimet. Lebih susah menjelaskan kepada ibuku bahwa zaman a,b dan c.

Lalala saja.

Tamat.

Sunday 12 March 2017

Tak Perlu Lari atau pun Melawan Sakit.

Aku ingin membuang cerita ini, tapi terlalu sayang jika dilewatkan. Setidaknya ada pelajaran yang bisa aku bagi tentang sebuah sakit yang tak perlu dilawan. Melawan sakit sama dengan menyiksa diri sendiri melebihi batas sakit biasa.



Image result for tuhan maha asyik
                                                     From :   #sudjiwotedjo medias




Pernahkah sesekali berdiskusi dengan alam dan diri sendiri? berdamai dengan waktu dan diri sendiri? tidak mudah memang melakukan hal demikian di usia yang cukup dini. Berdamai dengan diri sendiri membutuhkan perdebatan dan diskusi panjang di dalam pikiran. Butuh banyak solusi dan pembicaraan yang menguras energi untuk akhirnya bisa berdamai dengan diri sendiri.

...................

Siang itu tidak ada yang berbeda dari ruang kerjaku atau pun pekerjaanku sekaligus. Yang berbeda adalah keadaan hati. Siang itu dadaku panas, ada sesuatu yang ingin buncah melalui mataku setelah mendapatkan kabar bahwa seseorang yang aku tunggu telah ambil keputusan menikahi perempuan lain. Tak ada yang indah sekali pun siang itu teman kantorku sedang berkelakar dan membuat lelucon. Di mataku semua terasa menyakitkan. Aku ingin segera pulang atau ke mana saja, setidaknya tidak di ruangan itu.

Setelah pulang, aku ke mana saja, sejalannya kendaraanku. Aku ingin duduk sendiri, diskusi dengan diriku sendiri. Mengapa diri sendiri, bukan sahabat atau teman terdekat? Bagiku itu adalah urutan ke dua setelah aku berdiskusi dengan diriku sendiri. Aku lebih kenal diriku sendiri, maka akan aku ajak diriku sendiri berdiskusi dahulu sebelum aku mengajak orang lain untuk berdiskusi.

Di Kursi itu, kursi di mana aku pertama mengenalnya, kududukkan diriku berserta segala kronik permasalahannya. Aku hidupkan musik menggunakan headseet, agar aku dikira sedang asik mendengarkan musik oleh manusia-manusia yang "sok peduli" dengan wanita yang duduk sendiri di malam hari.

Aku berdiskusi dengan diriku di dalam otakku dan hatiku. Antara diriku dengan logikaku. Diriku menginginkan untuk aku menghilang tiba-tiba saja. Rasanya bertahan sudah percuma jika akhirnya aku tahu dirinya akan hidup bersama yang lain. Aku hanya membuang-buang waktu menunggu yang  tak bisa aku tunggu. Diriku hampir saja menghilang tiba-tiba, dan aku tahu hal demikian akan membuatku gila dalam beberapa bulan. Aku sudah pernah mengalami fase ini. Tidak mudah bangkit dan kembali menata kehidupan.

Sedang logikaku meminta aku untuk tetap tenang. Tak perlu melawan sakit yang ada. Sakit adalah suatu rasa, cukup jalani dan nikmati. Terima rasa sakitnya dan bawa dengan biasa saja. Jangan jadikan sakit adalah makhluk yang mengerikan, itu kata logikaku. Logikaku meminta aku tetap tinggal, mendukungnya hingga permasalahan selesai, atau setidaknya benang merah permasalahan sudah diketemukan. Bukan justru meninggalkannya dalam keadaan yang tidak ia inginkan demikian.


 Aku : Aku harus pergi. Aku harus menghilang. Aku harus mencintai diriku dengan tidak teraniaya demikian.

Logikaku: Pikirkan , kamu sedang terikat kuat oleh sebuah tali di sebuah pohon, semakin kamu meronta pergi, semakin tali itu melukaimu. Tenangkan dahulu, cari cara untuk melepaskan tali tersebut. Tapi bukan dengan cara meronta, itu menyakitkan. Bahkan tulangmu bisa patah.

Aku : Menunggu apa lagi, sudah jelas tidak ada bala bantuan dari siapa pun, di sini hanya aku duduk sendiri menikmati luka ini.

Logika : Kamu menyepelekan Tuhan. Tuhan sedang menunggu waktu yang tepat untuk membantumu.

Aku : Ya, sampai kapan? Sampai aku lelah dan mati terikat di pohon?

Logika: Tidak. Pasti ada cara lain selain kamu meronta-ronta memutus tali yang kuat itu. Lihatlah, semakin kamu meronta, kulitmu merah dan jika kamu memaksa, akan semakin dalam luka-luka itu. Tenanglah dahulu. Pikirkan dengan jernih.

Aku : Aku lelah dengan tali itu.

Logikaku : Maka tidurlah dahulu. Kau bisa tidur bersama ikatan itu. Kau bisa bermimpi bebas di dalam tidurmu. Siapa tau esok kau sudah menemukan cara untuk melepaskan tali yang melukai itu.

Aku : Kalau tak aku temukan cara bagaimana?

Logikaku : Tuhan tidak tertidur.

Image result for talk with myself
................
Baiklah. Aku akan tetap menemaninya, sampai ia akhirnya memberikan kabar barangkali demikian " sebulan lagi aku akan menikah," itu adalah tanda aku wajib pergi. Tidak ada alasan untuk tinggal. Namun sekarang jika aku pergi hanya akan melukai diriku sendiri. Tubuhku akan terluka hebat. Maka benar kata logikaku bahwa aku hanya butuh berpikir jernih. Aku enggan menyakiti diriku sendiri. Aku tahu Tuhan sedang bekerja membuat sesuatu untukku.

Perlawanan-perlawananku selama ini kepadanya tidak lagi ada. Aku biarkan ia menemuiku sesuka hatinya. Aku dan ia tahu, rasa diantara aku dan dia "ada". Biarkan Tuhan yang bekerja. Selama ini aku adalah penulis yang menulis ceritaku di lembaran putih, namun kali ini biarkan Tuhan jadi penulisku yang menentukan segalanya. Aku bukan penulis untuk ceritaku sendiri. Maka biarkan Tuhan dengan kehendak-NYA.

Sakit itu kini terasa lebih ringan. Menerima adalah jawaban sementara untuk tidak menyakiti diri sendiri lebih jauh. Jika nantinya ada luka yang lebih para, itu adalah kerja Tuhan, bukan mauku.

.....................


Kisah Supernova : dan Akulah si Kstaria.

Bagi pecinta filam dan juga buku wajib menonton film Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh dalam serial Supernova. Di dalam film itu aku lebih menyoroti kisah bangkitnya Re, sang lelaki yag akhirnya bangkit setela jatuh ke dalam lembah yang sangat menyakitkan ketika menerima kenyataan bahwa Putri yang sangat dicintai akhirnya tetap memilih melanjutkan kehidupan dengan suaminya.
Bagiku tidak mudah ada di dalam posisinya sebab Re sudah lama menunggu merasakan cinta itu hadir. Dan Re mencintai Putri dengan tepat, tidak hanya sekadar benar, namun sangat tepat.
Kejatuuhan diri Re di dalam malam yang dingin dan hampir mengakhiri kehidupannya bukan persoalan mudah jika itu adalah kenyataan. Dan banyak kejadian yang berakhir buruk di negeri ini. Hancur gegara cinta, terutama anak-anak muda yang dangkal logika dan diskusi dengan diri sendiri.
Re tidak demikian, ia benar-benar terjatuh ke dalam luka yang membuatnya kelalahan sendiri dan akhirnya ia bangkit.
Pagi itu, setelah semalaman ia melawan sakit bersama dingin luka, mentari bersinar sedikit hangat. Menghangatkan luka yang semalaman basah terguyur perih. Pagi itu mentari semanis kue legit yang dibawakan seseorang untuknya.

Re, mengapa ia bisa bangkit lagi dari kematian jiwaya? sebab ia akhirnya berdiskusi dengan dirinya sendiri. Tidak lagi melawan keinginanya. Ia berdamai dengan dirinya bahwa Putri tidak bisa hidup bersamanya walau ia telah mencintai dengan tepat. Perlawanan-perlawanan yang ia lakukan terhadap takddir hanyalah membuatnya semakin terluka dan terpuruk. Pada akhirnya ia hanya butuh menerima dan melanjutkan kehidupan. Ya, melanjutkan kehidupan dan menerima kenyataan bahwa apa yang ia inginkan kali ini tak bisa lagi ia genggam.

Related image 
Supernova : Dee Lestari. (www.pinterest.com)

Tuesday 7 March 2017

Wawancara Imaginer dengan Tuhan.


Image result for art of think
Foto : Anonymus Art : google

Akan sampai pada yang olah hati akan "mati daya"
Akan sampai pada yang olah pikir akan "lelah pasrah"
Akan sampai pada yang olah rasa akan "mati rasa"
dan usai....


Pagiku berat. De javu, kataku, sebab keadaan ini sudah pernah menguasaiku sangat lama. Aku sudah menolak untuk sampai pada masa ini lagi, namun Tuhan ternyata belum jengah mengujiku, ia ingin aku menjadi sosok melebihi malaikat. Sebab malaikat tak kenal lara dan patah, hanya tahu patuh. Bukankah Tuhan sendiri yang berbicara lewat ayatnya, bahwa manusia bisa menjadi lebih baik dari malaikatnya? Tapi aku tak menginginkan untuk menjadi wanita yang lebih lagi, sudah cukup aku begini saja. Tak perlu sabarku seluas dinding hati, tak perlu aku merasakan ikhlas yang dalam lagi, aku ingin menjadi wanita yang biasa saja. Sama dengan kebanyakan wanita lainnya. Tapi Tuhan selalu berbicara berbeda saat denganku Caranya menyampaikan makna pun demikian melelahkanku, kadang aku ingin sudah saja.

Tuhan sedang asik menganiaya hidupku sebelum ia memberiku hadiah.

Sudah tiba masaku untuk tidak berharap melebihi garis finishku. Sudah tiba saat aku menerima untuk kembali ke desa, bersama kehidupan pagiku yang sunyi dan dedaunan sawit yang melambai pelan. Sudah tiba bagi diriku untuk menerima kembali pulang, sebab sekali lagi kehidupan kota membuatku patah dan hilang arah. Sudah tiba masanya untuk aku tidak meminta apa-apa lagi pada Tuhan selain aku memasrahkan kehidupanku seluruhnya pada-NYA.

Takkan ku sebut lagi nama itu di dalam doa. Takkan aku minta lagi nama itu untuk tetap bersamaku. Sebab ia pun memasrahkan kehidupannya untuk tidak bersamaku. Maka apa lagi dayaku yang berjuang dengan sebelah doa? Aku akan kuat jika doaku dan dia bersama meminta pada Tuhan, tapi tidak, hanya doaku yang mendobrak sebelah sisi. Aku takkan mampu menembus dinding pertahanan Tuhan. Segalanya sekarang terserah Tuhan. Tuhan tahu maunya. Dan daya-NYA melebihi segala daya yang ada di bumi.

Titik Terlemah.
Aku sudah sampai pada masa luka tak bisa diterjemahkan dengan kata. Aku sudah sampai pada titik di mana aku tidak mengerti apa itu kasih sayang. Aku sudah sampai pada lembah di mana aku belum menemukan jalan pulang. Yang aku pahami, aku sedang dalam dunia yang menuntutku bertahan hidup.

Sudah kutemui jawabannya. Jika engkau adalah kereta api, maka engkau hanyalah kumpulan gerbong yang tak berdaya. Engkau hanya kumpulan  besi-besi, di balikmu ada seorang masinis yang mengemudikanmu. Sekali pun engkau ingin mendiami stasiunku, tapi masinis berkata aku bukan tujuanmu, dan kereta itu (engkau) bergerak, berangkat lagi menuju stasiun tujuanmu. Dan itu bukan aku. - Barangkali.

Pagi ini tanpa kopi, tanpa makanan. Sedang tidak berselera dengan segala hal, kecuali buku. Aku akan berpetualang di dalamnya. Aku bebas menjadi tokoh seperti apa.


Wednesday 1 March 2017

Cinta Meracau


Image result for bookart
 (BOOART : http://www.notonthehighstreet.com)


Buku-buku meranggas tanpa belaianku lagi,
Berserah di rak ujung sana, ia menantiku dengan debunya,
dan pikirku sedang jenuh padanya,
kubiarkan ia dengan kesia-siaan.

Buku, Buku, buku, buku dan buku
Buku, Buku, buku, buku dan buku
Buku, Buku, buku, buku dan buku
Buku, Buku, buku, buku dan buku
Buku, Buku, buku, buku dan buku

Aku kehilangan banyak kata,
Aku kehilangan banyak makna,
sebab cinta sedang datang meracau,