Saturday 13 August 2016

Dari Balik Bilik Jendela

Perjalan yang jauh, pagi yang masih subuh, dan dedaunan yang masih basah, akhirnya aku terdampar di sini, di sebuah kamar yang cukup mewah bagiku. Di dalam gedung yang semua fasilitas ada , kebanyakan orang menamakannya adalah hotel. Dari balik hotel, aku melihat hamparan masyarakat dan pepohonan yang masih hijau. Selalu, aku mendapatkan kamar yang berada di lantai atas, jadilah aku bisa memandangi apa-apa yang ada di bawah. Seperti pagi ini, di Pekalongan, hari Minggu yang sepi dan lengang, kabut masih kuat berselimut, betapa manisnya pagi ini.

Dari satu perjalanan ke perjalanan lain, dari satu ruang ke ruang lainnya, hanya lewat jendela bisa aku nikmati pemandangan alam yang menghamar luas, seperti mimpiku yang masih luas belum terjangkau, maka dengan daya upaya aku harus menggenggamnya, setidaknya aku bisa mengontrolnya. Dari, waktu ke waktu, dari satu ruang ke ruang lain, hanya jendela yang selalu banyak menarik perhatianku setiap waktu, dari dalam jendela, miniatur lukisan alam bisa aku nikmati.

                                  (Dari balik jendela saat berada di sebuah gedung di Pekalongan)

Semalam tiada hujan, padahal sesekali aku berharap ada hujan yang turun saat aku berada dalam gedung yang tinggi, ingin aku menikmati aliran hujannya. Tapi, semalam di Pekalongan, rasanya aku disambut dengan megah, tanpa sengaja aku melihat pesta kembang api yang meletus berkali-kali dalam acara yang terselenggara di depan tempatku menginap. Megah rasanya. Tiada hujan, kembang api yang menghias langit pun cukup menghapus kecewaku. Lelah yang ada, seketika terobati oleh percikan cahaya di langit dari si kembang api.

Pukul sepuluh malam, tubuhku sudah berada di dalam selimut, lelah sekali malakukan perjalanan dari Yogya, ke Garut, Ke Brebes, Ke Bandung, ke Tegal, dan berakhir di sini, Pekalongan, dan bahkan di sini hanya dua malam, esok sudah ke Kajen lagi, pindah ruang lagi. Tak apa, selagi aku bisa berkeliling, maka akan aku lakukan. Katanya Pidi Baiq, yang tulisannya ada di dinding Bandung, ia bertitip pesan yang pada intinya libatkan perasaan dalam setiap perjalanan.

                            (Foto dari balik jendela, di Pekalongan, yang berbeda tempat)

Writer : Putri Tami

No comments:

Post a Comment