Rayakan Luka Dengan Karya.
Ada
begitu banyak perjalanan hingga aku bisa berdiri di sini hari ini. Berdiri
dengan karirku dan kebahagiaan yang diinginkan banyak perempuan di luaran sana.
Aku berdiri dengan biayaku sendiri. Hasil dari keringatku sendiri. Siang aku
bekerja di sebuah kantor yang meyenangkan, dan kebanyakan kerjaku adalah pergi
ke luar kota. Bagi teman-temanku hal ini begitu menyenangkan. Aku mendapatkan
hidup yang begitu beruntung. Namun bagiku tidak ada yang namanya beruntung,
sebab keberuntungan itu aku ciptakan dengan kerja keras. Sedangkan malam
harinya aku bekerja untuk diriku sendiri, menjadi penulis bebas.
Ada banyak pertanyaan di luar
sana yang terucapkan mengapa aku bisa hidup dengan beruntung sekali, dan bisa
berbahagia setiap harinya. Maka aku hanya menjawab dengan sebuah senyuman yang
tulus. Kebanyakan dari mereka yang bertanya tidak pernah benar-benar mengenalku
dengan baik. Tidak mengenaliku secara dalam tentang ada apa dibalik kehidupanku
yang bahagia ini. Tidak menyelidik ada apa di balik tawaku setiap pagi. Maka
hanya pada tulisan ini aku ceritakan semuanya.
Begini
memulai cerita. Jauh sebelum hari ini, aku hanyalah perempuan yang lugu dan
polos dari sebuah desa yang terpencil dan jauh dari namanya keramaian kota.
Nama kecamatanku Kerumutan, yang jika dilihat dari google maps hanya akan terlihat hutan saja. Begitulah tempat
asalku. Aku jauh merantau hingga ke tanah Jawa ini sebab sebuah alasan. Aku
ingin melupakan sakit hatiku yang begitu dalam pada cinta pertama. Tidak bisa
dipungkiri, itulah awal mula aku bangkit membuat tangga kehidupanku di
Yogyakarta ini.
Perjuangan
melupakan cinta pertama tidak semudah melupakan sakit hati selanjutnya. Butuh
tiga tahun untuk diriku menyibukkan diri dan hingga akhirnya aku mulai bisa
berdiri dengan kuat. Selama tiga tahun aku menekuni dunia bisnis dan menulis.
Melalui dua dunia itu aku curahkan segala daya, waktu dan pikiranku hingga
akhirnya di akhir tahun ke tiga aku sadar, aku sudah bergerak maju dan jauh
dari namanya sakit hati. Bagi kebanyakan manusia, sakit hati membuat terjatuh
dalam kehancuran, namun bagiku, justru sakit hatilah yang membuatku bisa
berlari saat itu hingga jauh ke depan.
Memasuki
dunia perkuliahan aku pernah berjanji untuk tidak mengenal cinta lagi, sebab
trauma tentang cinta pertama masih sangat berbekas luka di hati. Untuk
merealisasikan janjiku, aku menyibukkan diri di bangku perkuliahan. Pagi hingga
siang aku belajar di dalam kelas, lalu sore hingga malam pukul Sembilan aku
bekerja menjadi guru pribadi di rumah-rumah orang kaya. Dan, malamku hingga
pukul satu tengah malam adalah waktuku untuk mengerjakan tugas atau pun menulis
naskah yang nantinya akan menjadi sebuah buku berjudul “Anak Kolong Langit.”
Tidak
tanggung-tanggung karirku saat itu. Aku selalu meraih IPK 4 hingga semester
empat, dan juga karir menulisku terus berjalan baik. Aku tidak pernah sadar
bahwa jalanku sejauh itu tersebab luka hati yang aku manfaatkan dengan baik.
Namun, aku kembali jatuh hati kepada seorang lelaki yang di mataku dia begitu
sempurna. Sama pandainya denganku, sama semangatnya denganku dan juga memiliki
pemikiran yang bagus. Satu tahun aku membuang waktuku untuk mengagumi lelaki
itu, dan pada akhirnya dia hanya dimmiliki perempuan lain. Apa yang bisa aku
lakukan saat itu selain bersedih?
Aku
benar-benar terjatuh kala itu. Hampir dua bulan kuliahku berantakkan dan naskah
bukuku terbengkalai. Aku mengalami kejatuhan yang dalam, sama dalamnye dengan
cinta pertama. Ternyata patah hati sama rasanya, tidak peduli itu cinta ke
berapa. Patah hati akan selalu sama rasa. Melelahkan dengan ribuan bulir
airmata yang jatuh. Menyakitkan hati dengan dada sesak dan malam yang pekat
membuat hidup sepi tersayat. Begitulah kira-kira kejatuhanku sebab cinta. Tidak
ada yang mudah bila sudah berhubungan dengan luka hati kecuali bersedih.
Pada
malam yang begitu menyedihkan, aku coba berkaca diri di cermin. Aku berkata
pada diriku bahwa inilah konsekuensi dari berani jatuh hati. Lalu apa setelah
patah hati? Akankah diam dan menangisi kegagalan cinta? Aku rasa tidak.
Sebelumnya aku pernah mengalami demikian, dan aku mampu bangkit berlari, lalu
apakah kali ini aku harus terus meratapi? Aku rasa tidak. Aku wajibkan untuk
diriku bahwa di balik patah hati harus memiliki kegiatan yang positif. Biarkan
luka itu ada, namun karirku harus tetap berjalan. Masa depan masih ada.
Kehidupan tidak habis hari ini setelah patah hati. Maka bangkit dan bergeraklah
pilihanku satu-satunya, walau dengan memapah luka dan lelah.
Setiap
malam aku terus saja menulis dan berfokus pada tugas kuliahku, tentu aku juga
suka berorganisasi. Semua akhirnya berjalan dengan baik, walau luka hati masih
ada. Sering kali malam-malam aku berkendara seorang diri demi menjemput
kebahagiaan yang ada di jalanan untuk aku bawa pulang dan menambah semangat
diri. Tanpa aku sadari, luka hati keduaku membuat aku begitu produktif menulis.
Sudah banyak buku antologi puisi yang aku ciptakan. Dan beberapa perlombaan pun
sudah aku raih. Aku bisa begitu produktif menulis sebab ketika kebanyakan
manusia sudah terlelap, aku masih saja berpikir dan berkarya. Dan di saat
kebanyakan orang telah bangun dari tidur panjang, aku sudah lebih dahulu
terbangun mengerjakan apa yang bisa aku kerjakan.
Kebiasaan-kebiasaan
itu menjadi sebuah rutinitas, padahal kebiasaan tersebut awalnya adalah untuk
menyibukkan diri dan meninggalkan luka hati. Tanpa tersadari, suatu kebiasaan
baik membuatku terus berkarya, hingga akhirnya aku bisa mendapatkan gelar
sarjana dan mendapatkan predikat terbaik ke dua di jurusanku. Sesuatu yang bisa
aku sebut membanggakan sebab aku peroleh dari hasil kerjaku sendiri. Tidak
semua bisa duduk si posisi ke dua. Dan aku ada di sana waktu itu, menikmati
kesuksesanku seorang diri. Berita baik yang ke dua adalah aku sudah bekerja
sebelum lulus. Ada sebuah perusahaan yang ingin memperkerjakanku. Dan aku
berpikir baiklah, aku akan mengambil kesempatan itu. Perusahaan itulah yang aku
masuki hingga kini.
Beberapa
bulan aku bekerja di perusahaan itu, aku sudah dikirim ke berbagai daerah untuk
mendampingi senior konsultan untuk melakukan pelatihan. Namun, ada pengalaman
yang paling menyakitkan bagiku saat itu. Aku jatuh hati lagi pada lelaki yang
aku kira akan menjadi pendamping hidupku. Barangkali kebanyakan orang melihatku
mudah jatuh hati, aku akui iya, namun aku jatuh hati bukan pada sembarang hati.
Aku jatuh hati sebab Tuhan yang mengizinkannya. Dan kali ini aku terjatuh ke
dalam lubang luka yang terparah sebab harapanku pada lelaki itu sudah begitu
tinggi dan serius hingga pada bahasan pelaminan.
Malam
ini, ketika catatan ini terbit aku masih diselimuti luka. Bagiku sudah biasa
jatuh hati dan patah hati berkali-kali. Yang terpenting bagiku bukan soal patah
hatinya, namun bagaimana bangkit setelah patah hati. Beginilah kehidupan. Ada
sebab dan ada akibat. Aku sudah memikirkan itu. Aku harus menghadapi luka hati
dengan berkarya. Bagi kebanyakan manusia melihatku kebanyakan patah hati, namun
bagiku, patah hati membuatku terus bergerak maju.
Kita
menjadi manusia yang dibebaskan untuk memilih. Begitu pun di saat hati terluka.
Tidak mudah memang bangkit dan bergerak menjalankan sesuatu yang baik saat
patah hati. Namun kembali lagi soal pilihan, akankah memilih diam dan meratapi
luka akibat patah hati, atau bangkit membunuh patah hati dengan bergerak dan
berkarya. Sampai kapan pun aku tidak akan memilih yang pertama, sebab pilihan
bangkit adalah yang terbaik bagiku. Dan pilihan itu yang membuatku bisa selalu
bahagia dan bersemangat setiap harinya. Semangat itulah yang teman-temanku
selalu menanyakan aku dapatkan dari mana. Kini aku menjawabnya bahwa
kebahagiaan adalah pilihan, terlepas dari beban yang ada di balik sebuah
kebahagiaan. Biarkanlah beban lelah dan luka tersimpan untuk diriku sendiri.
Terakhir,
bagiku masa muda wajar saja jika dilalui dengan hati yang gundah dan gelisah
akibat cinta. Itulah fase kehidupan manusia yang wajar. Justru tidak wajar jika
anak muda tidak pernah patah hati sekali pun. Namun kembali pada masa depan,
bahwa kita hidup tidak untuk hari ini dan besok, melainkan ada lusa dan masa
depan yang menanti. Semua kembali pada pemilik kehidupan, akan memilih jalan
yang mana untuk hidup. Jika bisa untuk menjadi lebih baik setelah patah hati,
mengapa memilih terjatuh dalam lembah luka dan sedih? Itulah sepenggal ceritaku
yang selalu berusaha bangkit menjadi lebih baik setelah adanya luka hati.
Salam
bahagia untuk para hati yang sedang terluka. Mari rayakan luka dengan karya.
Bunuh kesedihan dengan raih masa depan. Sudahi berlama-lama dalam tangis, mari
memilih tawa dan senyum di hadapan dunia.
No comments:
Post a Comment