Foto Boneka tangan Tikus milik rekan kerjaku. Fotografer by : Denny.
Mampus, benar saja kata itu mewakili rasa hati yang terkoyak moyak sepi. Jika Chairil Anwar sesungguhnya mengatakan kemerdekaan yang sedang sendiri dikoyak moyak sepi, maka biarkan aku berbicara soal murni hati dan kehidupan yang setengah hidup dikoyak moyak sepi.
Rongga paruku
kembang kempis, menahan lara yang tiada terkira. Sakit itu menarik dadaku
hingga dalam merasakan duka. Tak mampu berkata lagi kecuali airmata di tengah
gelap buta. Airmata untuk sebuah kehilangan. Airmata untuk sebuah luka. Dan
airmata untuk sebuah kata terima, tiada daya untuk bangkit dan mengambilnya
kembali, sebab Tuhan menakdirkan demikian.
Tuhan,
jangan bunuh aku dengan kesepian ini. jangan tuduh aku atas doa yang berlebihan
itu. Aku hanya tahu berdoa dan memohon padamu, tiada yang lain. Maka jangan kutuk diriku untuk lama berteman dengan kesepian ini. Aku lelah selalu dibuntutinya. Ke mana akan mengadu selain padaMU, sedang manusia sudah memiliki jatah masalah sendiri-sendiri. Sedang manusia di luar sana sudah terlalu banyak berkata-kata, kata Seno demikian. Bahkan kadang kata-katanya sendiri tiada didengarkan. Maka semua kembali kepada doa yang di dalamnya ampuh. Dengan diam banyak keajaiban muncul.
....................
Aku tidak bisa menyelesaikan tulisan ini. Dan banyak sekali rekan yang bertanya mengapa aku menulis sangat menggantuk. Seperti tiada akhir. tidak jelas. Maka biarkan aku bertanya, kapan terakhir kali rencana yang dibuat sudah terwujud? jawabannya tidak tahu. Atau justru cerita tersebut tiada akhir penyelesaian. Maka demikian dengan ceritaku. Ceritaku adalah cerita realitas yang hanya tumpukan masalah tanpa solusi. Hanya ingin bercerita saja, tanpa ingin memberikan solusi. Sebab, aku sendiri saja belum menemukan solusi untuk meniadakan sepi ini, atau setidaknya mengurangi rasa duka lara kehilangan yang menyakitkan.
Writer : Putri Tami
No comments:
Post a Comment